Pura Bakungan

Meningkatkan Kewaspadaan di Pura Bakungan

Latar belakang keberadaan Pura Bakungan di Desa Gilimanuk Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana patut dijadikan renungan untuk menatap masa depan yang lebih waspada dalam hidup ini. Akibat kecurigaan I Gusti Ngurah Pecangakan atas undangan adiknya, dia berpesan yang salah kepada patihnya. Seandainya I Gusti Ngurah Pecangakan tidak mudah curiga pada undangan adiknya, atau menyelidikan terlebih dahulu apa maksudnya I Gusti Ngurah Bakungan mengundang, mungkin peristiwa yang menyedihkan itu tidak akan terjadi. Mengapa sejarah Pura Bakungan ini perlu diungkap lagi? Pelajaran apa yang kita dapat di balik Pura Bakungan itu?

====================================================

Dalam kehidupan bermasyarakat banyak terjadi permusuhan atau kesalahpahaman karena kekurangwaspadaan menerima informasi. Jangankan informasi itu bersifat lisan, yang tertulis pun perlu dianalisis dan direnungkan terlebih dahulu sebelum mengambil kesimpulan. Ketidakwaspadaan I Gusti Ngurah Pecangakan disertai juga ketidakhati-hatian I Gusti Ngurah Pancoran sebagai Manca Agung menerima pesan dan melihat kenyataan.

Pesan I Gusti Ngurah Pecangakan dan kenyataannya ada kuda berdarah-darah tidak dianalisis dengan logika dan diadakan pengecekan pada pesan yang kenyataan tersebut. Menetapkan suatu keputusan dan memberikan pesan kepada kerabat kerajaan I Gusti Ngurah Pecangakan tidak melalui proses analisis yang memadai. Hanya berdasarkan kecurigaan. Padahal keputusan tersebut amat strategis karena menentukan nasib sebuah kerajaan.

Demikian juga I Gusti Ngurah Pancoran sebagai Manca Agung saat memutuskan bahwa kuda yang berdarah-darah itu sudah pasti darah kakaknya, tidak melalui proses analisis. Padahal keputusan itu sebelum ditetapkan seyogianya melalui analisis. Sejauh mana keadaan kuda yang belepotan darah. Apa tidak sebaiknya dijajaji dahulu keberadaan I Gusti Ngurah Pecangakan apa memang sudah mati dalam pertempuran atau tidak. Hal inilah yang tidak dilakukan. Semuanya lalai tidak waspada, akibatnya dua bersaudara menjadi bermusuhan dan dua kerajaan hancur berantakan.

Kelalaian inilah yang patut direnungkan sebagai latar belakang keberadaan Pura Bakungan. Meskipun hal ini sebagai pengalaman buruk, namun dari pengalaman itu dapat dipetik hikmahnya agar jangan terulang pada diri kita maupun generasi seterusnya.

Untuk mengambil suatu keputusan dalam hidup ini memang ada hal-hal yang wajib kita lakukan sebelumnya. Lebih-lebih di Bali yang keberadaan daerahnya sempit, namun banyak hal yang memuat orang tertarik pada Bali. Ibarat wanita cantik banyak pemuda yang menaruh hati padanya. Dalam menetapkan suatu kebijakan, apalagi yang menyangkut nasib Bali ke depan wajib kita analisis dengan sebaik-baiknya. Kalau salah cara menetapkan suatu kebijakan umat manusia bisa kehilangan Bali yang sebenarnya.

Untuk mengambil suatu keputusan Resi Patanjali menyatakan ada lima tahapan yang wajib dilakukan yakni Tarka artinya segala sesuatunya wajib diperdebatkan terlebih dahulu. Di Bali ada istilah ruang musuhin. Maksudnya segala sesuatu sebelum diambil keputusan wajib dilihat apa baiknya dan apa juga buruknya. Menyangkut ajaran Tarka ini hendaknya tidak disamakan dengan bertengkar. Nirwitarka maksudnya adalah setelah diperdebatkan, maka hasil perdebatan itu direnungkan kembali.

Sawicara artinya hasil renungan tersebut lebih lanjut dianalisis dengan secermat mungkin. Selanjutnya Nirwicara artinya hasil analisis itu kembali direnungkan juga secara mendalam. Tahap akhir barulah Samanta, artinya diambil keputusan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Lima tahapan itulah yang semestinya dilakukan dalam mengambil suatu keputusan, lebih-lebih menyangkut hal-hal yang mengandung risiko besar, apalagi menyangkut kepentingan orang banyak.

Dalam Lontar Siwa Budhagama Tattwa ada juga ajaran untuk mengambil suatu keputusan dengan melakukan lima tahapan yaitu Maya, Upeksa, Indrajala, Wikrama dan Lokika. Maya artinya segala sesuatu data yang masih kabur hendaknya dibuat jelas. Atau tahapan pengumpulan data. Upeksa artinya data yang sudah jelas itu dianalisis dengan cermat. Indrajala artinya hendaknya dari data yang telah teranalisis itu diambil beberapa kesimpulan untuk dianalisis kembali berbagai segi positif dan negatifnya. Wikrama artinya bertindak.

Salah satu dari beberapa kesimpulan dalam proses Indrajala itu harus ditetapkan untuk dilaksanakan. Selanjutnya dilaksanakan dan diyakini paling sedikit segi negatifnya berdasarkan hasil analisis tersebut. Lokika artinya dalam bertindak melaksanakan keputusan yang ditetapkan itu hendaknya selalu berdasarkan pertimbangan logika atau akal sehat.

Demikian beberapa konsep pemikiran dalam Susastra Hindu yang wajib kita renungkan dalam setiap mengambil keputusan, apalagi menyangkut hal-hal yang mengandung risiko besar dan dampak sosialnya yang luas.

Keberadaan Pura Bakungan dapat dijadikan media untuk membangun kewaspadaan diri dan sosial dalam menata berbagai aspek kehidupan. Di samping itu dua bersaudara yaitu I Gusti Ngurah Pecangakan dan adiknya I Gusti Ngurah Bakungan setelah perang tanding sama-sama menyadari kelalaiannya sebagai pemimpin. Kesadaran akan kelalaiannya itu menyebabkan dua kerajaan menjadi bermusuhan dan menyebabkan penderitaan rakyat.

Kesadaran itu menyebabkan dua bersaudara itu mohon agar Dewata mem-pralina dirinya. Hal itu sebagai rasa tanggung jawab atas kesalahannya. Hal itu sebagai sifat kesatria, seperti kebiasaan pemimpin di Jepang mundur diri kalau merasa gagal. Ini maksudnya untuk memberi kesempatan kepada orang lain demi kepentingan orang banyak.

Sifat kesatria seperti itu perlu direnungkan agar jangan pemimpin yang jelas sudah gagal tetap memaksakan diri bercokol menjadi pemimpin hanya untuk mendapatkan fasilitas hidup enak. Permohonan dua bersaudara I Gusti Ngurah Pecangakan dan I Gusti Ngurah Bakungan itu bukanlah suatu kekonyolan, tetapi suatu penyerahan diri kepada Hyang Widhi atas kelalaiannya untuk mendapatkan perbaikan.

Ke depan sifat kesatria seperti itu tentunya tidak mesti diwujudkan dengan cara bunuh diri. Akan lebih indah dengan mundur diri kalau memang sudah nyata-nyata gagal sebagai pemimpin. (by: Wiana)



sumber
Bali Post edisi 5 September 2007

Pura Goa Lawah

Pura Jati

Pura Tirta Empul

Pura Pakendungan Tanah Lot

Pura Ulun Danu Batur

Pura Taman Ayun

Pura Kehen

Pura Luhur Batu Karu

Pura Uluwatu

Search Here